Minggu, 20 Maret 2022

NGAJI RUTIN AHAD PAGI IPNU/IPPNU RANTING KALANGAN DAN MARGOMULYO (Minggu Ke Tiga)

NGAJI RUTIN AHAD PAGI IPNU/IPPNU RANTING KALANGAN DAN MARGOMULYO

Kitab Miftahul Falah Fie Ahadisin Nikah

Ahad, 20 Maret 2022

Tentang Menjaga Pandangan Mata, Menjaga Kemaluan Dan Menjauhi Berduaan Di Tempat Sepi

Hadis Ke 1

====================================

Dari Siti “Aisyah Rodhiyallohu Anha berkata bahwa: Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud )

 عن خالد بن دريك عن عائشة رضى الله عنها أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

 

Note*

Busana Muslimah hendaknya tebal dan tidak tipis serta tidak memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh. Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:

كساني رسول الله صلى الله عليه وسلم قطبية كثيفة كانت مما أهدى له دِحْيَةُ الكلبي فكسوتها امرأتي، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : مالك لا تلبس القبطية؟ فقلت: يا رسول الله! كسوتها امرأتي، فقال: مرها أن تجعل تحتها غلالة فإني أخاف أن تصف حجم عظامها

Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam pernah memakaikanku baju Quthbiyyah yang tebal. Baju tersebut dulu dihadiahkan oleh Dihyah Al Kalbi kepada beliau.

Lalu aku memakaikan baju itu kepada istriku. Suatu kala Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam menanyakanku: Kenapa baju Quthbiyyah-nya tidak engkau pakai?.

Kujawab: Baju tersebut kupakaikan pada istriku wahai Rasulullah.

Beliau berkata: Suruh ia memakai baju rangkap di dalamnya karena aku khawatir Quthbiyyah itu menggambarkan bentuk tulangnya.

(HR. Dhiya Al Maqdisi dalam Al Mukhtar 1/441,)

Dalam hadits ini Rasulullah memperingatkan Usamah agar jangan sampai bentuk tulang istrinya Usamah terlihat ketika memakai pakaian. Maka menunjukkan tidak boleh menampakkan bentuk lekuk-lekuk tubuh wanita. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»

Ada dua golongan dari umatku yang belum pernah aku lihat:

 

(1) suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang-orang dan

 

(2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring (seperti benjolan).

 

Mereka itu tidak masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, walaupun wanginya surga tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian

 

(HR. Muslim dalam bab al libas waz zinah no. 2128).

Di samping itu etika berpakaian yang perlu diperhatikan adalah kesederhanaan. Karena kesederhanaan dalam segala hal termasuk dalam berpakaian adalah bagian dari iman. Dalam sebuah Hadis Rasulullah saw., sebagaimana terdapat dalam Sunan Ibn Majah/1379 sebagai berikut:

Rasulullah saw., bersabda kesederhanaan adalah bagian dari iman.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الْبَذَاذَةُ مِنَ الْإِيمَانِ

kriteria ini perlu diperhatikan ketika memilih, membeli, dan menggunakan pakaian. Perempuan yang menggunakan “hijab” tidak akan ada gunanya kalau pakaian yang mereka gunakan transparan dan ketat.

 

Begitu pula laki-laki, tidak ada gunanya memakai jubah, kalau tembus pandang dan auratnya terlihat oleh orang lain.

 

Pakaian yang digunakan oleh umat Islam mesti longgar dan tidak ketat. Pakaian yang baik ialah pakaian yang tidak memperlihatkan lekukan tubuh supaya orang yang melihat kita tidak terpancing untuk melakukan perbuatan negatif.

 Demikian yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf wal ‘Afwu mingkum

Wallohu A’lamu Bishowabi.

 

Pemateri:

De Badruns

(Katib Syuriyah MWCNU Margomulyo)

 

 

 

NGAJI RUTIN AHAD PAGI IPNU/IPPNU RANTING NGELO

NGAJI RUTIN AHAD PAGI IPNU/IPPNU RANTING NGELO

Kitab Miftahul Falah Fie Ahadisin Nikah

Ahad, 20 Maret 2022

Tentang Menjaga Pandangan Mata, Menjaga Kemaluan Dan Menjauhi Berduaan Di Tempat Sepi

Hadis Ke 8

====================================

“Barang siapa yang menikahi perempuan hanya karena kemuliaannya, Allah tidak akan menambah kepadanya kecuali kehinaan.

 

Barang siapa yang menikahi perempuan hanya karena hartanya, Allah tidak akan menambah kecuali kemiskinan.

 

Barang siapa yang menikahi perempuan hanya karena keturunannya, Allah tidak akan menambahkan kepadanya kecuali kerendahan.

 

Barangsiapa yg menikahi seorang perempuan karena ingin menjaga pandangan mata, memelihara kemaluan dari berbuat zina, atau menyambung tali persaudaraan, maka Allah akan mencurahkan keberkahan pada keduanya” (HR Thabrani)

عَنْ أَنَسٍ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً لِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا ذُلًّا، وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا فَقْرًا، وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِحَسَبِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا دَنَاءَةً، وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لَمْ يَتَزَوَّجْهَا إِلَّا لِيَغُضَّ بَصَرَهُ، وَيُحَصِّنَ فَرْجَهُ، أَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ، إِلَّا بَارَكَ اللهُ لَهُ فِيهَا، وَبَارَكَ لَهَا فِيهِ» رواه الطبرانى فى الاوْسَطِ

 

Note*

Saya memahami hadist tersebut seperti ini :

“Barang siapa yang menikahi perempuan hanya karena kemuliaannya, Allah tidak akan menambah kepadanya kecuali kehinaan.

مَنْ تَزَوَّجَ امْرَأَةً لِعِزِّهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا ذُلًّا

Mengandung pengertian bahwa Kalau kita menikah hanya karena silau dan kagum akan nasab/keturunannya, tunggu saja sampai Allah membuka aib dan menurunkan kehormatannya.

 

Barang siapa yang menikahi perempuan hanya karena hartanya, Allah tidak akan menambah kecuali kemiskinan.

وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِمَالِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا فَقْرًا

Kalau kita menikah hanya karena silau denga hartanya, tunggu saja sampai Allah mengujinya dengan kemiskinan.

 

Namun jika Kalau ada laki-laki kaya yang datang meminang bukan berarti kita terima pinangannya nunggu dia nggak kaya lagi lho ya.

 

Tapi kalau kita menikah karena kekayaannya, silau dengan hartanya, maka bisa jadi dia akan menjadi suami/istri kita tapi setelah itu Allah akan mempercepat hilangnya kekayaan yang kita puji-puji itu.

 

Barang siapa yang menikahi perempuan hanya karena (Kehormatan) keturunannya, Allah tidak akan menambahkan kepadanya kecuali kerendahan.

وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لِحَسَبِهَا لَمْ يَزِدْهُ اللهُ إِلَّا دَنَاءَةً

Begitu pula untuk urusan kebagusan wajahnya. Cantik dan gantengnya. Apakah berarti kita tidak boleh menikah dengan laki-laki/perempuan yang bagus wajahnya, kaya dan dari keturunan terhormat? Tentu saja bukan demikian maksudnya.

 

Di sini menegaskan bahwa kebaikan agama lah yang jadi standar utama kita. Sekali lagi, penting untuk menata ketundukan pada setiap ketentuanNya dalam tiap bagian pernikahan, termasuk untuk urusan niat.

 

Yahya bin Yahya an-Naisaburi menceritakan, “Suatu hari, aku berdampingan dengan Sufyan ats-Tsauri. Tiba-tiba ada seorang lelaki mendatangi beliau seraya bertanya, “Wahai Abu Muhammad, aku ingin mengadu kepadamu tentang keadaan istriku. Aku menjadi lelaki yang paling hina di matanya.”

 

Maka, Sufyan pun menggeleng-gelengkan kepala beberapa saat. Kemudian mengangkat kepalanya seraya berkata “Mungkin, dulu kamu menikahinya karena ingin mendapatkan kehormatan.” Lelaki itupun mengakuinya, “Iya, betul wahai Abu Muhammad.”

 

Sufyan pun berpesan, “Barang siapa pergi karena mencari kehormatan, ia pasti diuji dengan kehinaan. Barangsiapa mengerjakan sesuatu lantaran dorongan harta, niscaya ia akan diuji dengan kemiskinan. Barangsiapa mengerjakan sesuatu sebab dorongan agama, Allah akan menghimpun kehormatan dan harta bersama agamanya.”

 

Lalu, Imam Sufyan mulai bercerita, ‘Kami adalah empat bersaudara, Muhammad, Imran, Ibrahim, dan aku sendiri. Muhammad adalah anak sulung, Imran adalah anak bungsu. Sedangkan aku berada di tengah-tengah.

 

Tatkala Muhammad ingin menikah, ia menginginkan kemuliaan nasab. Maka ia menikahi wanita yang lebih tinggi kedudukannya. Kemudian Allah mengujinya dengan kehinaan.

 

Sedangkan Imran, (saat menikah) ingin mendapatkan harta. Maka ia menikahi wanita yang lebih kaya dari dirinya. Allah kemudian mengujinya dengan kemiskinan. Keluarga wanita mengambil seluruh yang dimilikinya, tidak menyisakan sedikitpun. Aku pun merenungkan nasib keduanya.

 

Sampai akhirnya Ma’mar bin Rasyid datang menghampiriku. Aku pun berbincang dengannya. Aku ceritakan kepadanya peristiwa yang menimpa para saudaraku. Ia mengingatkanku dengan hadis Yahya bin Ja’dah tentang wanita yg dinikahi karena 4 hal.

 

Lalu bagaimana niat yg benar?

Apakah niat kita sudah benar?

 

Setidaknya penutup dari hadist di atas tadi bisa menjadi acuan untuk kita :

“Barangsiapa yg menikahi seorang perempuan karena ingin menjaga pandangan mata, memelihara kemaluan dari berbuat zina, atau menyambung tali persaudaraan, maka Allah akan mencurahkan keberkahan pada keduanya”

 

وَمَنْ تَزَوَّجَهَا لَمْ يَتَزَوَّجْهَا إِلَّا لِيَغُضَّ بَصَرَهُ، وَيُحَصِّنَ فَرْجَهُ، أَوْ يَصِلَ رَحِمَهُ، إِلَّا بَارَكَ اللهُ لَهُ فِيهَا، وَبَارَكَ لَهَا فِيهِ»

 

Setidaknya kali ini kita bicara niat yg benar. Belum bicara proses yg benar. Karena kita ingat, sesuatu bisa dikatakan baik jika memenuhi 2 syarat : pertama niatnya baik, kedua caranya juga baik.

 

Apakah persiapan mental dan ruhiyah menghadapi pernikahan dg memastikan semua on the right track untuk urusan niat sudah kita lakukan? Silahkan tengok kembali niat kita untuk menikah. Karena niat itu seperti surat. Salah tulis ALAMAT, akan sampai salah TEMPAT.

 

Wallohu A’lamu Bishowabi

 

Pemateri:

De Badruns

(Katib Syuriyah MWCNU Margomulyo)

 

 

 

Minggu, 30 Januari 2022

Tetaplah Menulis Agar Tetap Exis

Dalam kehidupan yang kita jalani saat ini dengan segala sisinya adalah merupakan hasil dari peradaban terdahulu. 


Adanya peradaban ini secara turun temurun di hasilkan dari bacaan yang di wariskan para pendahulu kepada kita melalui catatan sejarah.


Dan catatan- catatan ini adalah merupakan hasil dari tulisan para pendahulu kita. 


Artinya bila para pendahulu kita tidak banyak melakukan aktifitas penulisan tentang sebuah peradaban yang terjadi saat itu, bisa jadi kita saat ini tidak banyak tahu tentang peradaban di masa lampau.


Bahkan mungkin kita bisa menjadi golongam manusi yang tidak beradab. 


Dari sinilah kita bisa tahu betapa pentingnya aktivitas menulis. 


Sebagaimana kita ketahui perintah wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW dari Alloh SWT adalah membaca.


Makna yang tersirat dari proses turunnya wahyu pertama ini menunjukkan bahwa keberadaan tulisan ini lebih dulu ada dan lebih dulu terjadi di banding dengan adanya bacaan. 


Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa perintah membaca terjadi setelah adanya sebuah tulisan, karenanya menulislah !


Dalam kesempatan yang lain Rasulullahpun memerintahkan kita untuk menuliskan hal-hal penting agar kita tidak mudah melupakannya. 


Senada hal itu di jumpai maqolah ulama yang menyatakan bahwa tulisan adalah media pengikatnya ilmu.


Seiring dengan himbauan Rasulullah tentang menulis ini, dapat kita lihat dalam siroh sohabat bagaimana proses kodifikasi Al-Quran di lakukan. 


Artinya upaya menulis ini menjadi sangat penting untuk menyelamatkan keberadaan dari suatu hal yang dianggap sangat penting dari kepunahan akibat terkikisnya waktu.


Dalam hal ini adalah upaya Sayidina Umar yang berusaha menuliskan Al-Quran karena Kawatir punah seiring banyaknya para penghafal yang wafat saat itu. 


Pada ahirnya setelah Al-Quran terkodifikasi, kita generasi mutaahirin ini bisa menikmati adanya Al-Quran wahyu Alloh sebagai panduan hidup muslim.


Sejak saat itu hingga saat ini keberadaan menulis menjadi mutlak di perlukan untuk banyak hal tak terkecuali dalam hal berdakwah. 


Terlebih di Era milenial saat ini yang segala sesuatunya serba digital, menulis menjadi sebuah keniscayaan. 


Sebagaimana di sadari begitu pentingnya menulis, terlebih dalam keilmuan dan berdakwah, maka dalam menulis ini akan menjadi penting untuk mengetahui tata cara dan etikanya. 


Agar apa yang kita tuliskan sesuai dengan konteks dan di lakukan dengan baik dan benar, bukan sembarang dan asal-asalan saja. 


Dengan demikian dalam menulis perlulah kita dasari dengan ilmu,  bukan hanya sekedar menggoreskan huruf tanpa etika tanpa makna. 


Hal ini semua di lakukan dengan penuh harapan apa yang kita tuliskan bisa memberi manfaat bagi banyak orang. 


Setidaknya apa yang kita lakukan dalam kehidupan ini bisa terlihat sebagai jejak.


Dengan harapan jika jejak itu negatif bisa menjadi koreksi diri untuk di perbaiki,  dan seandainya ada jejak positif bisa menjadi uswah para anak cucu di kemudian hari.


Karenanya dari pelatihan menulis ini di harapkan mendapatkan output kader- kader yang mau dan mampu menulis dengan baik dan benar.


Menulis yang baik dan benar berarti menulis dengan mematuhi kaidah dan etika menulis.


Karena hanya tulisan yang baik dan benar lah yang dapat menjadi ladang dakwah dan ibadah. 


Maka dari itu tetaplah menulis agar tetap exis, dengan tulisan yang baik dan benar agar kau tidak ambyar.